Minggu, 24 Mei 2020

Dibalik Sebuah Nama Imaduddin Muhammad (Bagian 1)



Imaduddin Muhammad adalah anak pertama pak Mantri, lahir di Serang pada tanggal 24 Juli 1996. Nama Imad diambil dari nama pejuang Palestina Imad Aqil yang melegenda dan syahid di tahun 1993, juga dari nama seorang pendiri masjid Salman ITB yang juga tokoh aktifis kampus era 80-an, Bang Imad. Sedang Muhammad dilekatkan dibelakang namanya diambil dari nabi teladan umat dan tokoh pembaharu dunia. Kedua tokoh Imad ini menginspirasi pergerakan kaum muda muslim era 90-an untuk terus bergerak melakukan perubahan kondisi umat dan bangsa, termasuk kepada dua sejoli keluarga muda. Keluarga muda ini melakukan perubahan masyarakat dengan aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah baik di tempat kerja maupun di tempat tinggalnya di daerah Serang.

Bang Imad nama lengkapnya Muhammad Imaduddin Abdulrahim lahir di Tanjung Pura, Langkat, 21 April 1931 adalah salah satu penggagas ICMI, penggagas Bank Muamalat Indonesia, pendiri Masjid Salman ITB. Imaduddin muda terinspirasi ketika Wakil Presiden RI Mohammad Hatta meresmikan PLTA Asahan Sumatera Utara. Bung Hatta berpidato tentang maslahat Bendungan Asahan yang mampu menghasilkan listrik untuk menerangi seluruh Pulau Sumatra dan kemajuan bangsa mustahil terwujud bila tidak ada pembangkit energi listrik. Kata-kata sang proklamator RI itu terpatri betul di benak Imaduddin, pemuda yang awalnya bercita-cita menjadi dokter, kini menempuh studi sebagai calon insinyur listrik.

ITB pada dasawarsa 1960-an lekat dengan predikat sekuler, bahkan mahasiswa yang mengenakan simbol-simbol Islam cenderung dicap terbelakang. Warga ITB yang hendak shalat Jumat harus jauh berjalan ke Jalan Cihampelas. Pada tahun 1958 dibentuk kepanitiaan pembangunan masjid ITB dan atas restu Presiden Soekarno diberi nama masjid Salman. Pada tahun 1963 kepanitiaan berubah bentuk menjadi Yayasan Pembina Masjid Kampus ITB dan di dalamnya ada Bang Imad sebagai sekretaris. Pembangunan masjid ini berjalan cukup lama karena adanya resesi ekonomi, dan pergolakan poliitk di tanah air. Pada tanggal 5 Mei 1972  Masjid Salman ITB diresmikan dan untuk pertama kalinya diselengarakan shalat Jumat. Sejak saat itu bertambah markas baru pergerakan dakwah Islam di Indonesia.

Selain menjadi mahasiswa ITB, Bang Imad juga aktif di dunia pergerakan terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Beliau terlibat dalam kepanitiaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 dan dari sinilah dia mulai bersahabat dengan Deliar Noer akademisi yang juga ketua umum Pengurus Besar HMI saat itu, sehingga pergaulannya semakin luas.

Setelah lulus S-1 dari ITB, beliau melanjutkan studi S-2 di Iowa State University pada tahun 1962 dan selesai dua tahun kemudian. Bang Imad lalu melanjutkan S-3 di Chicago, tetapi hanya sempat menjalani dua semester, kemudian prahara 1965 pecah di Indonesia dan beliau diminta kembali ke Indoensia mengajar di ITB. Studi S-3 nya ini baru bisa beliau lanjutkan pada akhir dekade 70-an. Gelar Doktor Filsafat Teknik Industri dan Engineering Valuation diperolehnya dari Iowa State University, Ames, Iowa, Amerika Serikat. Mohamat Natsir, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) saat itu, menyarankan agar Bang Imad membangun jaringan internasional dengan para aktivis muslim dari berbagai negara. Pada tahun 1977 Bang Imad didaulat sebagai Sekretaris Jenderal WAMY (World Assembly Moslem Youth/ Konferensi Pemuda Islam Sedunia).

Bang Imad juga aktif untuk mempersatukan para cendekiawan muslim dari berbagai latar belakang dan daerah. Atas inisiatifnya dengan beberapa tokoh cendekiawan lain meyakinkan  Prof. Dr. BJ. Habibie untuk berkumpul dalam wadah ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Pada tanggal 6 Desember 1990 Presiden Suharto membuka kongres pertama ICMI dan mendaulat Prof. Dr. BJ. Habibie sebagai ketua ICMI pertama. Setelah pendirian ICMI, hubungan pemerintah Orde Baru dengan umat Islam cukup mesra. Di samping ICMI, muncul kemudian bank syariah pertama Bank Muamalat dan pers Islam, Harian Republika. Atas jasa-jasanya, Bang Imad dianugerahi Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Prof. Dr. BJ. Habibie pada tanggal 13 Agustus 2000 sebagai pakar dan guru besar dalam bidangnya. Bang Imad meninggal dunia pada tanggal 2 Agustus 2008 dan dimakamkan di TMP Kalibata.

Bang Imad sangat bersemangat dalam menuntut ilmu sampai meraih gelar doctor (S3) meskipun harus menghadapi kendala yang besar. Bang Imad juga aktif dalam berorganisasi sehingga pergaulannya luas ditingkat nasional bahkan sampai lingkup internasional. Semangat dalam menuntut ilmu, keaktifannya dalam berorganisasi, serta perjuangan Bang Imad  dalam melakukan perubahan lingkungannya patut diteladani dan  semoga bisa contoh ananda Imaduddin Muhammad  ketika besar nanti. Aamiin.