Imaduddin Muhammad adalah anak pertama pak Mantri, lahir di Serang pada tanggal 24
Juli 1996. Nama Imad diambil dari
nama pejuang Palestina Imad Aqil
yang melegenda dan syahid di tahun 1993, juga dari nama seorang pendiri masjid
Salman ITB yang juga tokoh aktifis kampus era 80-an, Bang Imad. Sedang Muhammad dilekatkan dibelakang
namanya diambil dari nabi teladan umat dan tokoh pembaharu dunia. Kedua tokoh Imad
ini menginspirasi pergerakan kaum muda muslim era 90-an untuk terus
bergerak melakukan perubahan kondisi umat dan bangsa, termasuk kepada dua
sejoli keluarga muda. Keluarga muda ini melakukan perubahan masyarakat dengan
aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah baik di tempat kerja maupun di tempat
tinggalnya di daerah Serang.
Bang Imad nama
lengkapnya Muhammad Imaduddin Abdulrahim lahir di Tanjung Pura, Langkat, 21 April 1931 adalah
salah satu penggagas ICMI, penggagas Bank Muamalat Indonesia, pendiri
Masjid Salman ITB. Imaduddin muda terinspirasi
ketika Wakil Presiden RI Mohammad Hatta meresmikan PLTA Asahan Sumatera
Utara. Bung Hatta berpidato tentang maslahat Bendungan Asahan yang mampu
menghasilkan listrik untuk menerangi seluruh Pulau Sumatra dan kemajuan bangsa
mustahil terwujud bila tidak ada pembangkit energi listrik. Kata-kata sang
proklamator RI itu terpatri betul di benak Imaduddin,
pemuda yang awalnya bercita-cita menjadi dokter, kini menempuh studi sebagai
calon insinyur listrik.
ITB pada
dasawarsa 1960-an lekat dengan predikat sekuler, bahkan mahasiswa yang
mengenakan simbol-simbol Islam cenderung dicap terbelakang. Warga ITB yang hendak
shalat Jumat harus jauh berjalan ke Jalan Cihampelas. Pada tahun 1958 dibentuk
kepanitiaan pembangunan masjid ITB dan atas restu Presiden Soekarno diberi nama
masjid Salman. Pada tahun 1963 kepanitiaan berubah bentuk menjadi Yayasan
Pembina Masjid Kampus ITB dan di dalamnya ada Bang Imad sebagai sekretaris. Pembangunan masjid ini berjalan cukup
lama karena adanya resesi ekonomi, dan pergolakan poliitk di tanah air. Pada
tanggal 5 Mei 1972 Masjid Salman ITB
diresmikan dan untuk pertama kalinya diselengarakan shalat Jumat. Sejak saat
itu bertambah markas baru pergerakan dakwah Islam di Indonesia.
Selain
menjadi mahasiswa ITB, Bang Imad
juga aktif di dunia pergerakan terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Beliau
terlibat dalam kepanitiaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955
dan dari sinilah dia mulai bersahabat dengan Deliar Noer akademisi
yang juga ketua umum Pengurus Besar HMI saat itu, sehingga pergaulannya semakin
luas.
Setelah lulus
S-1 dari ITB, beliau melanjutkan studi S-2 di Iowa State University pada tahun
1962 dan selesai dua tahun kemudian. Bang
Imad lalu melanjutkan S-3 di Chicago, tetapi hanya sempat menjalani dua
semester, kemudian prahara 1965 pecah di Indonesia dan beliau diminta kembali ke
Indoensia mengajar di ITB. Studi S-3 nya ini baru bisa beliau lanjutkan pada
akhir dekade 70-an. Gelar Doktor Filsafat Teknik
Industri dan Engineering Valuation diperolehnya dari Iowa State
University, Ames, Iowa, Amerika
Serikat. Mohamat Natsir, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
saat itu, menyarankan agar Bang Imad
membangun jaringan internasional dengan para aktivis muslim dari berbagai
negara. Pada tahun 1977 Bang Imad
didaulat sebagai Sekretaris Jenderal WAMY (World
Assembly Moslem Youth/ Konferensi Pemuda Islam Sedunia).
Bang Imad juga aktif untuk mempersatukan para cendekiawan muslim dari
berbagai latar belakang dan daerah. Atas inisiatifnya dengan beberapa tokoh
cendekiawan lain meyakinkan Prof. Dr.
BJ. Habibie untuk berkumpul dalam wadah ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia). Pada tanggal 6 Desember 1990 Presiden Suharto membuka kongres
pertama ICMI dan mendaulat Prof. Dr. BJ. Habibie sebagai ketua ICMI pertama.
Setelah pendirian ICMI, hubungan pemerintah Orde Baru dengan umat Islam cukup
mesra. Di samping ICMI, muncul kemudian bank syariah pertama Bank Muamalat
dan pers Islam, Harian
Republika. Atas jasa-jasanya, Bang
Imad dianugerahi Bintang Mahaputra Utama dari
Presiden Prof. Dr. BJ. Habibie pada tanggal 13 Agustus 2000 sebagai pakar dan guru besar dalam
bidangnya. Bang Imad meninggal dunia
pada tanggal 2 Agustus 2008 dan dimakamkan di TMP Kalibata.
Bang Imad sangat bersemangat
dalam menuntut ilmu sampai meraih gelar doctor (S3) meskipun harus menghadapi
kendala yang besar. Bang Imad juga aktif
dalam berorganisasi sehingga pergaulannya luas ditingkat nasional bahkan sampai
lingkup internasional. Semangat dalam menuntut ilmu, keaktifannya dalam
berorganisasi, serta perjuangan Bang
Imad dalam melakukan perubahan lingkungannya
patut diteladani dan semoga bisa contoh
ananda Imaduddin Muhammad ketika besar nanti. Aamiin.