PROBLEMATIKA MEMBANGUN GEDUNG NEGARA
Oleh : Mohamad Khusaeri
Mantan PPK dalam pembangunan gedung KPP Pratama Subang
Pendahuluan
Pembangunan gedung atau bangunan konstruksi yang dilakukan oleh
Pemerintah sangatlah banyak dan sangat dibutuhkan masyarakat, seperti
pembangunan gedung pelayanan, kantor desa, kantor kecamatan, bangunan jalan atau jembatan, pelabuhan dan lain sebagainya. Hampir semua instansi/ kementerian/ satuan kerja masih banyak kekurangan fasilitas (baik gedung
kantor, rumah dinas maupun fasilitas pelengkap yang lainnya). Demikian
pula dengan sarana umum seperti jalan, jembatan atau pelabuhan yang masih
banyak yang perlu dibangun. Dan beberapa tahun belakangan ini, anggaran pembangunan
infrastruktur semakin ditingkatkan.
Namun demikian yang sering menjadi problematika adalah rendahnya penyerapan anggaran terutama
atas belanja modal untuk pembangunan infrastruktur tersebut. Dana APBN untuk
belanja modal gedung atau konstruksi lainnya sering tidak
terpakai maksimal karena beberapa rencana pembangunan yang gagal dilaksanakan
serta tidak adanya alternatif pengganti. Hal ini bisa terjadi karena usulan
perencanaan yang kurang tepat atau perhitungan yang kurang matang.
Banyak unit satuan kerja yang
tidak paham tata cara pengusulan
pembangunan gedung atau konstruksi lainnya. Juga tidak banyak pejabat yang konsen dan mau peduli
akan kebutuhan fasilitas instansi atau tugas pelayanannya sehingga mau belajar
dan mau mengusulkan pembangunan gedung atau konstruksi dilingkungannya. Meskipun
demikian tidaklah mudah membuat usulan
pembangunan gedung ini, karena banyaknya prosedur yang harus ditempuh dan
dipenuhi agar usulan dapat dikabulkan.
Salah satu penyebab rendahnya penyerapan anggaran adalah tingginya rasa
ketakutan penyelenggara negara akan bahaya penyelewengan penggunaan dana
yang bisa berujung pada tindak pidana korupsi atau penjara. Banyak berita yang menyeret para
penyelenggara negara dalam kasus korupsi terutama dalam pengadaan barang dan
jasa atau belanja modal pembangunan infrastruktur. Berdasarkan data penanganan
korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), kegiatan pengadaan barang/ jasa pemerintah setiap tahunnya selalu ada
yang menjadi kasus tindak pidana sebagai mana tabel
berikut ini :
Tabel 1. Tabulasi Data
Penanganan Korupsi (oleh KPK) Berdasarkan Jenis Perkara Tahun 2004-2015 (per 31
oktober 2015)
No.
|
Jenis
Perkara
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
Jumlah
|
1
|
Pengadaan Barang/Jasa
|
2
|
12
|
8
|
14
|
18
|
16
|
16
|
10
|
8
|
9
|
15
|
10
|
138
|
2
|
Perijinan
|
0
|
0
|
5
|
1
|
3
|
1
|
0
|
0
|
0
|
3
|
5
|
1
|
19
|
3
|
Penyuapan
|
0
|
7
|
2
|
4
|
13
|
12
|
19
|
25
|
34
|
50
|
20
|
28
|
214
|
4
|
Pungutan
|
0
|
0
|
7
|
2
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
6
|
1
|
20
|
5
|
Penyalahgunaan Anggaran
|
0
|
0
|
5
|
3
|
10
|
8
|
5
|
4
|
3
|
0
|
4
|
2
|
44
|
6
|
TPPU
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
7
|
5
|
1
|
14
|
7
|
Merintangi Proses KPK
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
3
|
0
|
5
|
Jumlah
|
2
|
19
|
27
|
24
|
47
|
37
|
40
|
39
|
49
|
70
|
58
|
43
|
454
|
Sumber data : Mengelola
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Tanpa Korupsi, Muhamad Ide Ambardi
Seringnya pembangunan gedung bermasalah sehingga menghantui para pejabat untuk
melakukan pembangunan gedung. Kompleksitas kegiatan dalam pembangunan gedung
sering kali memperbesar resiko ketidak
akuratan dalam mengendalikan kontrak. Kesalahan kecil saja dalam pengendalian
kegiatan pembangunan gedung bisa berdampak pada kegagalan pembangunan atau
ketidaktepatan volume dan mutu sesuai kontrak. Hal ini sering dijadikan
permasalahan temuan
pemeriksa yang bisa menyeret pejabat pengadaan dalam kasus pidana yang berujung pada
penjara.
Agar pembangunan gedung atau
kegiatan pengadaan barang/ jasa pemerintah tidak menjadi kasus pidana, maka para
penyelenggara negara terlebih para pejabat yang terlibat dalam pembangunan
gedung perlu memahami peraturan terkait dan problematika yang ada dilapangan
sehingga bisa membuat langkah mitigasi dengan baik. Dalam pembahasan buku ini
akan diuraian peraturan terkait serta langkah-langkah aplikatif berdasarkan proses pembelajaran dan
pengalaman penulis dalam membangun gedung negara.
Problematika Membangun
Gedung
Beberapa problematika yang sering dialami penyelenggara negara dalam membangun gedung atau bangunan konstruksi antara lain :
1. Keterbatasan tenaga ahli pengadaan
Banyak unit satuan kerja yang tidak memiliki tenaga ahli bersertifikasi
pengadaan nasional. Dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, mensyaratkan
pejabat yang terlibat adalah yang sudah memiliki sertifikat ahli pengadaan
barang dan jasa. Di era pelayanan saat ini, banyak pejabat yang enggan untuk
mengikuti ujian sertifikasi yang nantinya akan ditunjuk menjadi salah satu
pejabat pengadaan. Tidak seimbangnya antara beban kerja serta resiko yang harus
ditanggung pejabat pengadaan dengan besarnya honorarium yang diterima menjadi
alasan utama para pejabat enggan mengikuti ujian sertifikasi.
Seringkali pejabat yang baru
bersertifikasi pengadaan ditunjuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan
bermodal pendidikan dan latihan pengadaan barang dan jasa (diklat PBJ). Padahal untuk menjadi
PPK perlu diklat tersendiri yang lebih kompleks dari sekedar diklat PBJ.
Demikian pula untuk membangun gedung negara, perlu pembekalan khusus
yang lebih kompleks dari hanya sekedar diklat PPK, karena
banyaknya tugas, istilah dan rumusan teknis yang perlu dipahami.
Problematika yang paling utama saat ini adalah PPK
hanyalah jabatan tempelan pada jabatan utama sehingga dalam menjalankan
tugasnya hanya sambilan. Dalam proses pembangunan gedung membutuhkan konsentrasi yang besar dari PPK, karena
proses pengadaannya bisa membutuhkan waktu hampir setahun atau bahkan
lebih.
2. Lemahnya supervisi bagi pejabat pengadaan
Kurangnya Pendampingan dan
Pembinaan bagi PPK
dalam pembangunan gedung. Jabatan PPK kebanyakan adalah jabatan tempelan dari jabatan utama, maka
pembinaannya pun juga hanya pembinaan sampingan. Tidak ada jabatan khusus sebagai pembina PPK yang akan serius membina dan membimbing PPK dalam menjalankan tugasnya.
Terlebih dalam pembangunan gedung negara, para PPK yang
kebanyakan bukanlah pejabat teknis yang memahami permasalahan konstruksi, dibiarkan sendiri mengelola
pekerjaan yang bukan keahliannya. Seringkali bantuan tenaga teknis
dari dinas terkait konstruksi sangat
tidak memadai dalam pembimbingan masalah konstruksi. Demikian pula pembimbingan
dalam masalah pencairan dana juga tidak berjalan maksimal.
3.
Lemahnya Perencanaan Pengadaan
Dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah
diawali dengan proses perencanaan pengadaan. Kegiatan pembangunan gedung sangat
berbeda dengan kegiatan pengadaan barang biasa, dimana kegiatannya meliputi 3
kegiatan yaitu jasa perencanaan, jasa pengawasan dan jasa konstruksi. Ketiga
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang saling terkait dan berurutan sehingga
tidak bisa dilakukan pengadaan sekaligus.
Lemahnya perencanaan juga bisa muncul dari usulan anggaran yang mengalami kenaikan harga
bahan / upah. Usulan pembangunan gedung atau bangunan konstruksi biasanya dilakukan satu
atau dua tahun sebelum tahun anggaran. Sangat mungkin ketika anggaran disetujui
dan diturunkan, harga bahan atau upah tenaga kerja sudah mengalami kenaikan
harga.
Pengadaan / lelang yang tidak terencana dengan baik
mengakibatkan terpilihnya penyedia barang dan jasa, perencana, pengawas atau kontraktor
yang tidak professional. Denda dan sanksi masuk dalam
daftar hitam pengadaan pemerintah tidak membuat jera penyedia yang tidak profesional
karena mereka bisa berganti baju atau pinjam bendera perusahaan lain.
4.
Lemahnya Proses Perencanaan Gedung
Proses pembangunan gedung sangat tergantung
perencanaan pembangunannya. Bagaimana desain arsitektur gedung, pembagian dan
keluasan ruang, spesifikasi bahan, mutu pengerjaan dan detail sarana prasarananya. Seringkali proses perencanaan
ini hanya dibebankan pada konsultan perencana dengan tenggat waktu pekerjaan
yang cukup singkat. Padahal hasil pekerjaan konsultan perencana inilah yang
akan menjadi dasar dalam pengendalian konstruksi nantinya.
5.
Lemahnya Proses Pengawasan Konstruksi
Detail perencanaan yang sudah baik, harus bisa
diwujudkan dalam proses konstruksi dengan baik pula. Oleh karena itu Pengawasan
pekerjaan konstruksi harus dilakukan dengan ketat dan baik sehingga desain
perencanaan dapat terwujud sesuai kualitas dan kuantitasnya. Namun karena
keterbatasan pengetahuan teknik dari pemimpin pekerjaan, sehingga proses pengawasan
konstruksi ini hanya dibebankan pada konsultan pengawas. Ketika konsultan
pengawas bermain mata dengan kontraktor, maka akan menjadi malapetaka bagi para
pejabat yang terlibat.
6. Lemahnya Koordinasi
Dalam pembangunan gedung, peranan PPK sangat besar
sekali, karena dialah yang menerjemahkan ide dan penugasan dari Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) dan dia pulalah yang akan berhubungan dengan Unit Layanan
Pengadaan (ULP) Tenaga Bantuan Teknis, Perencana, Pengawas dan Kontraktor. Kelemahan koordinasi bisa terjadi antara KPA dengan PPK, juga PPK dengan
ULP, bisa juga lemah koordinasi antara KPA/ PPK dengan
unit instansi lain seperti KPPN atau Perijinan dalam pengurusan IMB. Dengan
koordinasi yang baik diharapkan dapat meminimalisir kelemahan baik yang
disebabkan oleh kelalaian KPA/ PPK atau ULP maupun dari kurang kompetennya para
pihak tersebut.
7.
Gangguan Non Teknis
Sudah menjadi rahasia umum, dalam proses konstruksi
banyak sekali gangguan-gangguan non teknis yang bakal dihadapi. Banyak proses
perijinan yang harus dipenuhi atau berkaitan dalam membangun gedung seperti
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Gangguan, Ijin Penebangan Pohon atau ijin
lainnya. Dari pengalaman PPK yang diungkapkan saat forum pengadaan, masih
banyak ditemui proses perijinan yang lama dan tidak mudah untuk memenuhi
persyaratannya. Disamping itu masih banyak ditemui gangguan-gangguan premanisme
dalam pembangunan dengan mengatas-namakan asosiasi, lsm atau organisasi pemuda.
Temuan Pemeriksa
Keuangan
Sebagai langkah antisipatif,
perlu dipahami beberapa beberapa permasalahan dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah, khususnya tentang pembangunan gedung yang pernah menjadi temuan
pemeriksa Badan Pengawas Pembangunan (BPK) maupun Inspektorat Jenderal sebagaimana
disampaikan oleh Inspektur V Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pada
Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Anggaran 2014, yang dapat dirangkum sebagai
berikut :
a. Tahap Persiapan Pengadaan
No.
|
Uraian
|
1
|
Status tanah untuk pembangunan/rehab gedung tidak jelas
|
2
|
Penyusunan HPS tidak didasarkan pada harga wajar
|
3
|
Klarifikasi dan negosiasi harga tidak dilengkapi dengan data pendukung.
|
4
|
Lelang gagal, pekerjaan tidak dapat dilaksanakan.
|
5
|
Pembangunan gedung belum dilengkapi dengan IMB
|
6
|
Pelaksanaan pekerjaan mendahului kontrak, sebelum usulan revisi DIPA.
|
b. Tahap Pekerjaan Perencanaan
No.
|
Uraian
|
1
|
Hasil pekerjaan Konsultan Perencana tidak memadai:
|
a.
|
Ketidaksesuaian volume satuan pekerjaan antara EE/RAB dengan gambar
rencana teknis,
|
b.
|
Duplikasi pekerjaan antar tahapan
|
c.
|
Gambar perencanaan tidak aplikatif dan perlu banyak penyesuaian,
|
d.
|
Hasil pekerjaan mengarah pada satu merek.
|
2
|
Kelebihan pembayaran pekerjaan :
|
a.
|
Konsultan Perencana dibayar 100% pada saat pekerjaan konstruksi dimulai.
|
b.
|
PPh kurang dipotong.
|
c.
|
Duplikasi pembayaran Konsultan Perencana pada proyek tahapan.
|
d.
|
Denda keterlambatan tidak dipungut.
|
3
|
Adendum kontrak dilakukan setelah masa kontrak selesai.
|
4
|
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
|
5
|
Pemutusan Kontrak tidak sesuai dengan Perpres
|
c. Tahap Pekerjaan Pengawasan
No.
|
Uraian
|
1
|
Jumlah dan kualifikasi personil
Pengawas tidak sesuai dengan kontrak.
|
2
|
Pengawasan kurang berjalan baik sehingga :
|
a.
|
Pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengan spesifikasi dalam Kontrak.
|
b.
|
Pekerjaan konstruksi terlambat diselesaikan dan tidak sesuai rencana.
|
3
|
Adendum Kontrak usulan pengawasa tidak memadai :
|
a.
|
Perubahan pekerjaan tidak didukung dengan adendum / CCO.
|
b.
|
Pekerjaan tambah kurang tanpa didukung alasan yang memadai.
|
c.
|
Adendum Kontrak setelah masa kontrak selesai.
|
4
|
Kelebihan pembayaran pekerjaan :
|
a.
|
PPh kurang dipotong.
|
b.
|
Duplikasi pembayaran Konsultan Pengawas pada proyek tahapan.
|
c.
|
Denda keterlambatan tidak dipungut.
|
5
|
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
|
6
|
Pemutusan Kontrak tidak sesuai dengan Perpres
|
d.
Tahap Pekerjaan Konstruksi
No.
|
Uraian
|
1
|
Pekerjaan disubkontrakkan seluruhnya.
|
2
|
Pembayaran uang muka melebihi ketentuan
|
3
|
Realisasi penggunaan uang muka tidak sesuai dengan rencana yang diajukan.
|
4
|
Jaminan uang muka tidak diperpanjang sesuai ketentuan dalam kontrak.
|
5
|
Pelaksanaan pekerjaan mendahului kontrak, sebelum usulan revisi DIPA.
|
6
|
Adendum Kontrak usulan pengawasa tidak memadai :
|
a.
|
Perubahan pekerjaan tidak didukung dengan adendum / CCO.
|
b.
|
Pekerjaan tambah kurang tanpa didukung alasan yang memadai.
|
c.
|
Adendum Kontrak setelah masa kontrak selesai.
|
7
|
Kelebihan pembayaran pekerjaan :
|
a.
|
Barang yang diperoleh tidak sesuai dengan spesifikasi.
|
b.
|
PPh kurang dipotong.
|
c.
|
Duplikasi pekerjaan pada proyek tahapan.
|
d.
|
Denda keterlambatan pekerjaan belum dikenakan kepada Penyedia.
|
8
|
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
|
9
|
Pemutusan Kontrak tidak sesuai dengan Perpres
|
Peningkatan
Kualitas Pengadaan
Dari uraian problematika dan permasalahan temuan
pemeriksa tersebut diatas, maka perlu dirancang strategi
agar pembangunan gedung negara bisa berhasil dengan baik. Beberapa langkah
strategis yang bisa dilakukan untuk peningkatan kualitas pengadaan antara lain sebagai berikut :
1.
Peningkatan kualitas SDM Pengadaan.
Yang paling utama tentunya peningkatan kualitas pejabat pengadaan yang harus
disegerakan. Pejabat pengadaan harus diikutkan diklat pengadaan barang dan jasa
pemerintah agar memahami dasar-dasar pengadaan. Kemudian PPK juga perlu
mengikuti diklat substantif PPK dan diklat keahlian lain seperti diklat project management. Bagi pengambil
kebijakan pengadaan ditingkat pusat kementerian/ lembaga, diusulkan agar ada
pendidikan dan latihan tersendiri bagi PPK yang akan membangun gedung atau
konstruksi lainnya mengingat kompleksitas permasalahan dan kekhususan
pengetahuan konstruksi ini.
2.
Supervisi bagi PPK.
PPK sebagai pejabat sentral
dalam pembangunan gedung perlu diberi bimbingan dan supervisi secara periodik dari
tenaga ahli baik tentang teknis bangunan maupun administrasi keuangan serta
tenaga audit / inspektorat. Supervisor PPK ini perlu lebih aktif dalam
supervisi lapangan secara periodik dan bukan sekedar sebagai help desk tempat PPK bertanya seperti
selama ini terjadi. Bagi pengambil kebijakan pengadaan ditingkat pusat
kementerian/ lembaga, diusulkan agar ada jabatan tersendiri bagi PPK dan
pembimbing PPK secara struktural sehingga tugasnya bisa dijalankan secara
profesional.
3. Koordinasi yang baik
Proses pembangunan gedung
melibatkan banyak pihak yang terlibat sehingga membutuhkan koordinasi yang baik
agar semua pihak bisa menjalankan
tugasnya dengan baik dan profesional. Dibutuhkan kemampuan manajerial yang baik
terutama bagi PPK agar bisa memenej semua pihak atau sumber daya yang ada agar
proses pembangunan berjalan dengan lancar.
4. Evalusi yang berkualitas
Proses pembangunan gedung
bisa memakan waktu yang lama, sehingga dibutuhkan evaluasi kerja yang ketat dan
berkualitas sehingga proses pembangunan sesuai dengan yang direncanakan. Semua
pihak yang terlibat perlu dievaluasi baik saat perencanaan, pengawasan maupun
konstruksi. Evaluasi saat perencanaan dimaksudkan agar konsultan perencana
membuat perencanaan yang sebaik mungkin. Evaluasi bagi pengawas adalah agar
konsultan pengawas bisa mengawasi kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
dilakukan kontraktor dengan sebaik-baiknya. Dan evaluasi bagi kontraktor agar
pekerjaan pembangunan bisa sesuai perencanaan, tidak terlambat atau bahkan
gagal konstruksi.
5. Mitigasi Resiko
Gangguan-gangguan yang bisa
muncul dalam proses pembangunan gedung perlu diantisipasi dan dimitigasi
resikonya sehingga tidak menjadi hambatan dan mengancam keberhasilan
pembangunan. Beberapa langkah yang perlu dilakukan sebelum memulai pembangunan
antara lain sebagai berikut :
a.
Dilakukan sosialisasi rencana pembangunan dengan kalangan pengusaha
lokal.
b.
Pendekatan dan
koordinasi dengan jajaran Pemerintah Daerah dalam memback-up
permasalahan lapangan seperti perijinan dan gangguan keamanan.
c.
Pendekatan dan
koordinasi dengan jajaran keamanan daerah.
d.
Mewajibkan
kontraktor untuk memberdayakan tenaga lokal untuk beberapa jenis pekerjaan
umum.
Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat dan segera bisa disambung
dengan tulisan yang lebih detail tentang pengendalian saat pembangunan gedung. (mks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar